Tittle : [Kyuhyun-Hyesung series] The Other Unforeseen Event
Main Cast : Shin Hyesung, Cho Kyuhyun
Support cast : Park Junha, etc
Genre : ?
Lenght : Chaptered
Author POV
“Hanya
berpura-pura saja dan itu tidak akan
masalah” gumam Hyesung. Dia sudah terbaring di tempat tidur single size-nya
dengan kepala menyembul dari balik selimut tebal berwarna krem. Peristiwa beberapa jam yang lalu kembali terbayang
membuat di kepalanya dan membuat Hyesung serta merta meraba bibirnya. Hyesung
kembali menutupi wajahnya dengan selimut. Berkali-kali dia menggerakkan tubuhnya
tak nyaman karena gelisah.
“Atau kubatalkan saja? Sepertinya akan merepotkan
nanti” Hyesung bangun dan meraih ponselnya yang terletak di atas meja kecil di
samping tempat tidur.
Dia sudah ingin menekan ‘dial’ di kontak yang
bernama Cho Kyuhyun. Ya, untuk berjaga-jaga mereka berdua bertukar nomor
ponsel.
“Aish... Aku akan tampak seperti plin-plan dan
payah kalau aku membatalkan sepihak setelah tadi membuat Kyuhyun percaya padaku
kalau aku menyanggupi permintaannya” Hyesung melempar ponselnya ke kasur dan
menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut.
“Baiklah. Aku akan mencobanya. Hanya seperti itu
tidak akan sulit. Toh Kyuhyun bilang dia akan memberi tahu apa yang harus
kulakukan nantinya. Anggap saja ini sebagai balas budiku karena orang itu sudah
menyelamatkanku kemarin. Lebih bagus lagi kalau dia melupakannya. Lihat saja
nanti”
.
.
Hyesung POV
Hari ini hari terakhir Junha di Korea. Dia masih
datang ke kampus hanya untuk sekedar mengucapkan perpisahan pada orang-orang
terdekat seperti Jungsoo dan Donghwa sunbaenim, alumnus yang sekarang menjadi
‘Penjaga’ Laboratorium Bahan, Jongwoon dan Jiwon sunbaenim yang membantu Dosen
Ahn mengurus Laboratorium Pengaliran yang sering di kunjungi Junha mengingat
minatnya di bidang air sangatlah tinggi, beberapa Profesor yang memintanya
menjadi asisten untuk tugas besar semester, Inha ‘noonim’nya yang belakangan
ini selalu kami repotkan untuk mencarikan dan menahan beberapa buku struktur
edisi lama agar tidak dipinjam orang
lain (aku sekalian mengambil buku mekanika kemarin yang kucari), bahkan sampai
unnie penjaga cafe baca di dekat taman pinggir Sungai Han, Jihyo Unnie. Cafe
itu tempat terakhir yang didatangi Junha dan dia memintaku ikut dengannya.
Bukan tempat terakhir mungkin, karena setelah itu Junha berkeras untuk mampir
ke rumah sewaanku.
Author POV
“Jadi kau akan segera pindah?” Junha terlihat
sibuk di depan laptop putih milik Hyesung hingga terdengar suara ‘klik’ dengan intensitas
melebihi normal. Hyesung sendiri sibuk mengepak buku-bukunya ke dalam kardus besar.
“Hmmm.. Jumlah uang di rekeningku sudah mencukupi
untuk membeli rumah itu. Beberapa hari yang lalu aku berhasil membujuk ayah dan
beliau memberiku sejumlah separuh dari harga rumah itu”
“Aku tidak tahu persisnya kenapa kau ngotot
sekali ingin membeli rumah itu, tapi melihatmu selalu bersemangat setiap kali
bercerita tentang kakekmu, sepertinya rumah itu sangat penting.”
“Tentu saja sangat penting. Banyak sekali
kenanganku bersama kakek di sana. Waktu itu setelah kakek meninggal, kondisi
keuangan ayah memburuk dan beliau harus merelakan beberapa aset yang dimiliki
keluarga kami termasuk rumah itu. Sebentar lagi rumah itu akan kembali. Dan kau
tahu betapa bahagianya aku sekarang, huh?”
“Jadi kapan kau akan pindah ke sana?” sahut Junha
di sela kesibukannya.
“Minggu depan. Besok aku akan melunasi pembayaran
dan segera mengurus surat-suratnya. Kau berangkat pagi kan? Jam berapa
tepatnya?” tanya Hyesung serta merta menghentikan pekerjaannya.
“Jam sembilan. Ini sudah selesai! Kemari!” Junha
melambaikan tangan kirinya ke arah Hyesung.
Hyesung mendekati Junha dan Junha terlihat
berbicara panjang lebar, sesekali dia menekan mouse dan menunjuk layar laptop
dengan cursor.
***
Hyesung POV
Aku melirik jam tangan putih yang melingkar
sempurna di pergelangan tangan kiriku. Jam delapan lebih lima belas menit. Di
depanku Junha terlihat kerepotan dengan beberapa tas besar. Belum lagi koper
ukuran Jumbo yang berdiri tegak mengelilinginya.
Barang bawaannya banyak sekali. Aku tahu persis 3 dari 5 koper yang dibawanya
itu berisi buku tebal yang pasti akan membuat minusku bertambah jika membaca
semua buku itu dan mungkin otakku juga akan meledak. Terlihat seorang petugas
bandara kemudian membantunya mendorong koper-koper itu. Junha berjalan ke
arahku dan aku tersenyum.
“Dua tahun lagi kau akan seperti apa ya?” ucapku.
“Aku bahkan tidak memberimu seperti yang orang lain berikan padamu ketika kau
memberikan salam perpisahan kemarin. Kita sangat sibuk akhir-akhir ini dan kau
memberi tahu keberangkatanmu tanpa menyisakan waktu untuk mempersiapkan sesuatu
untukmu”
“Memang kalau kau tahu jauh-jauh hari, apa yang
akan kau berikan padaku?”
“Mmmm.. Apa ya? Apapun yang kau mau dengan
catatan apapun yang tidak menyulitkanku” jawabku cepat. Tiba-tiba perasaanku menjadi sangat aneh.
Perasaan ini hampir menyerupai perasaan sedih ketika kakek meninggal dulu,
hampir sama dengan rasa takutku saat Jolie memasuki ruang operasi setelah
tertabrak mobil.Jolie, anjing jenis pug, jenis anjing bertubuh kecil dan
berhidung pesek yang kutemukan menyedihkan di jalan yang dan menjadi temanku
selama bertahun-tahun selama di Busan.
Mengetahui perubahan di raut wajahku Junha
mendekatkan tubuhnya dan memelukku hangat. Tanganku bergerak melingkar di
pinggangnya. Aku sangat menyukai pelukan Junha. Seperti merasakan pelukan kakek
ketika aku menangis dulu. Entah ketika dimarahi ibu atau bertengkar dengan temanku.
Pelukan yang hangat dan menenangkan.
“Akhir-akhir ini kau cengeng sekali. Aku jadi
sedikit ragu meninggalkanmu sendiri” Aku merasakan ketukan kecil di kepalaku
yang membuatku melepaskan pelukanku dan mendongak ke atas. Junha tersenyum.
“Aku haus. Belikan aku Americano dingin. Bicara
tentang permintaan dan pemberian, aku minta Americano” sahut Junha. Aku
membulatkan kedua mataku ketika Junha menunjuk jam tangannya.
“Ah, baiklah. Karena aku tidak memberimu apa-apa,
aku akan memberimu 2 permohonan. Satu Americano dan satu lagi apa?”
“Ya, kenapa begitu? Ganti-ganti! Aku ralat
permintaanku. Itu terlalu mudah.. Ya Hyesung ah!” teriak Junha sementara aku
sudah mengambil langkah meninggalkannya.
Aku berlari cepat menuju cafetaria. Takut Junha
membuat permintaan yang aneh-aneh. Setelah mendapatkan minuman itu aku
memberikannya kepada Junha. Junha menatapku.
“Apa lagi?” tanyaku.
“Sebenarnya masih banyak yang aku ingin kau
melakukannya. Tapi karena waktunya sudah mepet, aku akan menundanya dan
memintanya dua tahun lagi hahaha..”
“Ya! Permintaanmu itu hanya berlaku hari ini dan
saat ini. Tidak ada untuk dua tahun lagi” gerutuku.
Sebuah suara menghentikan ucapanku dan sepertinya
Junha harus segera masuk ke dalam pesawat.
“Baiklah, permintaan terakhir. Tunggu aku dua
tahun lagi” Ucap Junha cepat dan serta merta dia langsung membalikkan badannya
meninggalkanku.
“Tentu aku tahu kau pergi dua tahun... memang kau
mau pergi berapa lama?” gumamku. Junha membalikkan badannya tersenyum ke arahku
dan melambaikan tangannya.
***
Author POV
Hyesung tersenyum puas setelah menerima sebuah
amplop cokelat dari seorang laki-laki paruh baya. Berkali-kali dia
membungkukkan badannya sebelum dia berpamitan. Dengan taksi dia bergegas menuju
distrik Eunpyeong. Dia berhenti di sebuah rumah klasik berhalaman luas. Rumah
kakeknya, rumahnya dulu. Hyesung mengambil kunci dari amplop coklat yang
dibawanya. Beberapa saat dia berjalan mengelilingi halaman rumah sebelum
akhirnya memasuki rumah itu. Hyesung tersenyum puas karena rumah dan perabotan
dasar di rumah itu masih sama seperti ketika keluarganya meninggalkan rumah itu
dulu.
Hyesung merebahkan tubuhnya di sebuah sofa yang
masih berselimutkan kain putih. Dia
mengambil ponsel dan menekan angka 1 cukup lama.
“Ayah, ayah tebak, sekarang aku ada di mana?” ucap
Hyesung sambil memilin-milin anak rambutnya.
“Aku sudah mendapatkan rumah kakek ayah....”
“Ne....”
“Aku akan pindah beberapa hari lagi..”
“Ne.. emmm ayah, terima kasih..”
Hyesung menutup sambungan teleponnya dengan senyum
menghiasi sudut-sudut bibirnya.
***
Beberapa hari ini Hyesung sangat bersemangat. Dia
juga sudah terbiasa berkomunikasi via video chat dengan Junha. Meski di hari-hari awal setelah Junha terbang ke Belanda dia
merasakan sesuatu yang hilang, tapi sedikit demi sedikit dia mulai bisa
mengabaikan perasaannya itu. Ditambah lagi beberapa jam ke depan dia akan
kembali ke tempat yang sangat ia rindukan. Ya, di rumah masa kecilnya.
Dengan perasaan girang seperti anak kecil yang
tahu ayahnya akan memberikan boneka baru untuknya di hari ulang tahunnya,
Hyesung menarik koper-kopernya ke dalam mobil antar barang sewaan berikut
dengan berpuluh kardus berbagai ukuran yang dia sendiri lupa isinya dibantu
oleh paman sopir yang usianya mungkin hampir mendekati 40.
Butuh waktu hampir satu jam untuk mengosongkan
rumah sewaannya itu dan diperlukan tambahan waktu satu setengah jam lagi hingga
Hyesung sampai di sebuah rumah klasik di distrik Eunpyeong, rumah yang dia
datangi beberapa hari yang lalu.
Setelah memberikan ongkos dan paman sopir yang
mengantarnya pergi, Hyesung lantas membuka pintu depan rumah. Ketika tangan
kanannya menggerakkan kunci besi keperakan yang sudah tepasang sempurna di
lubangnya, sebuah ekspresi aneh terukir di wajahnya. Pintu sudah dalam keadaan
tidak terkunci.
“Ahjussi, anda di dalam?” ucap Hyesung
sedikit keras. Dia melangkahkan kakinya memasuki rumah itu dengan hati-hati.
“Jung ahjussi..?”
Baru beberapa langkah dia memasuki ruang depan
yang berfungsi sebagai ruang tamu, Hyesung dikagetkan oleh seekor anjing yang
tiba-tiba muncul di ruangan itu dengan gonggongannya. Anjing boxer jantan
yang cukup besar. Di tengah kekagetannya itu Hyesung refleks berjongkok dan
perlahan menyentuh kepala anjing itu.
“Aku baru tahu kalau paman mempunyai anjing sebesar
ini. Hai... Di mana Jung ahjussi? Apa kalian datang ke sini untuk
menyambutku?” ucapku sambil terus mengelus bagian kepala di balik telinga
anjing boxer itu. Hyesung lalu melihat sekeling. Semua kain putih yang
menutupi beberapa perabot yang dilihatnya terakhir dia ke sini sudah lenyap dan
ruangan tampak lebih bersih dari waktu itu. Terpesona dengan sikap anjing yang
tampak bersahabat didepannya, kali ini Hyesung memeluk leher anjing itu dan
menggaruk-garuk bagian sensitif di belakang telinga si anjing yang tegak
waspada.
“Oh, kau benar-benar tampan!” seru Hyesung
lembut. Si anjing mendesakkan tubuhnya ke dalam pelukan Hyesung dan membuat
tawanya meledak.
Kedatangan seseorang tak lama setelah itu tidak
hanya membuat tawa Hyesung terhenti tapi membuat tubuhnya kaku di tempat.
Melihat sosok di depannya itu sontak membuat pikiran Hyesung melayang ke sebuah
peristiwa satu minggu yang lalu yang membuatnya merasakan insomnia akut karena
gelisah ganda. Pertama karena kepergian Junha ke Belanda yang terkesan mendadak
dan Kedua karena orang itu telah mencuri ciuman pertamanya dengan alasan yang
tidak masuk akal baginya. Bahkan
mengenai perjanjian itu, dia sudah merasa sedikit lega karena setelah peristiwa
itu, orang itu tidak menghubunginya meskipun mereka sudah bertukar nomor ponsel.
Dan kesibukannya satu minggu ini membuatnya hampir lupa dengan perjanjian itu
meskipun dia tidak benar-benar lupa dengan orang yang membuatnya menyetujui
kesepakatan bodoh itu.
Begitupun dengan orang yang berdiri tegak di
depannya yang sama-sama tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya. Tapi orang
itu lebih cepat tersadar dibanding Hyesung yang sampai saat ini masih
terduduk dengan tangan masih melingkar
di leher sang anjing.
Hyesung melakukan gerakan berdiri secara mendadak
membuat anjing boxer itu sedikit menggeram dengan sikap waspada.
“What are you doing here? Perhaps.. that uncle...”
ucapan Hyesung teputus.
“What do you mean by your ‘what are you doing
here’ question? This is my house so what’s wrong if I’m here, in my own place?”
“Apa maksudmu? Paman Jung sudah menjual rumah ini
padaku asal kau tahu itu. Dan ini rumahku sekarang, bukan rumahmu” Hyesung
sedikit tegang. “Apa paman Jung tidak
memberi tahumu? Mungkinkah kau anaknya, Kyuhyun-ssi?” Hyesung lantas
mengaduk-aduk isi tas punggungnya mengambil sebuah amplop coklat dan
mengeluarkan lembaran kertas dari dalam amplop itu.
“Aku sudah membelinya dua hari yang lalu dan ini
buktinya” ucap Hyesung lantas memperlihatkan akta tanah dan bangunan itu pada
Kyuhyun.
Kyuhyun menerima surat-surat itu dan mengeceknya.
Bola matanya bergerak meneliti surat itu. Tak lama ia masuk ke dalam dan
kembali dengan beberapa lembar kertas lain yang setelah diperiksa oleh Hyesung,
semua isi dan materialnya identik sama tak menunjukkan sedikitpun perbedaan
menurut mata awamnya.
Hyesung menjatuhkan tubuhnya lemas. Dia kembali
mengaduk kembali isi tasnya dan mengeluarkan ponsel. Tak lama dia mendengus
kesal karena tidak berhasil menghubungi paman Jung.
“Tenangkan dirimu dulu. Aku juga ada di posisi
yang sama sepertimu. Kita selesaikan bersama setelah kau tenang” Kedua anak
muda itu telah mengetahui permasalahan mereka.
“Bagaimana bisa tenang? aku akan ke sana
sekarang. Ke rumah paman itu. Ah, bagaimana bisa dia menipuku seperti ini
setelah dia membuatku berterimakasih dan yakin padanya karena dia tidak menjual
rumah ini pada siapapun dan menjaga isinya tetap sama tanpa ada yang berubah
sedikitpun. Aku tidak percaya dia melakukan ini” Hyesung berdiri meninggalkan
ruangan tapi dengan sigap Kyuhyun meraih lengannya dan membuat langkah Hyesung
terhenti.
“Tunggu, kita pergi bersama. Dan akan lebih baik
kau masukkan semua barangmu ke dalam kalau kau tidak mau dapat masalah”
***
Hyesung duduk lemas di samping kursi kemudi
setelah mengetahui beberapa fakta yang membuatnya tidak bisa berkata-kata dan
tidak tahu akan melakukan apa saat ini. Pertama, rumah Paman Jung kosong dan
tidak ada seorang pun tetangganya yang mengetahui keberadaan Paman Jung dan
keluarganya. Kedua, jumlah uang yang dikeluarkan Kyuhyun dua kali lipat
besarnya dibandingkan dengan uang yang dia keluarkan yang membuatnya berpikir
siapa yang lebih berhak atas rumah itu. Ketiga, dia tidak punya cukup uang
untuk menyewa tempat tinggal karena sisa uangnya sangat cukup dia alokasikan
untuk tetek bengek kuliahnya termasuk kerja lapangan yang harus dia lakukan
bulan depan di luar Seoul dan itu butuh uang yang tidak sedikit. Keempat, ayah.
Dia sangat khawatir ayahnya tahu apa yang terjadi. Dan yang kelima, kedua akta
dan surat tanah berikut bangunannya yang paman berikan pada Hyesung dan Kyuhyun
palsu. Mereka sudah mengeceknya di kantor pembuat akta tanah yang dengan
mengejutkan seorang pegawai memberitahu kalau sekitar satu minggu lalu Paman
Jung menggandakan surat-surat itu seperti aslinya. Dan si pegawai tidak tahu
apa-apa. Isi kepalanya seperti beratus meter benang kusut menggumpal yang sulit
ditemukan kedua ujungnya.
Mata Hyesung masih terpaku menatap buku rekening
di tangannya. Kyuhyun mengemudikan mobilnya menuju titik awal. Di rumah entah
milik siapa di distrik Eunpyeong.
Sesampai di rumah entah milik siapa itu Hyesung
mengikuti langkah pria tinggi di depannya. Di depan pintu Kyuhyun menghentikan
langkahnya dan memasukkan sebuah anak kunci besi keperakan. Hyesung mendengar
gonggongan anjing setelahnya.
“Basta, Macchiato!”
Begitu pintu terbuka anjing boxer jantan berwarna
kecoklatan yang tadi sempat bercengkrama dengan Hyesung keluar menyambut
Kyuhyun dengan penuh suka cita. Hyesung tersenyum tulus melihat tingkah anjing
itu dan tanpa dia ketahui senyum tulusnya itu membuat mata Kyuhyun berbinar.
Kyuhyun meraih anjingnya itu.
“Ini Macchiato. Kau sepertinya sudah bisa
mengambil hatinya waktu pertama kalian bertemu tadi.”
“Hei, Macchiato. Kau juga harus menyambutnya.”
“ Hyesung-ssi, Mac akan melakukan tos dengan mu
kalau kau mengulurkan tanganmu ke arahnya.”
Hyesung mengangangkat tangannya dengan telapak
tangan menghadap ke depan. Macchiato mengangkat kaki depannya dan menepuk
tangan Hyesung dengan kekuatan yang pas sehingga tidak membuat Hyesung
terdorong jatuh. Hyesung kembali terpesona dan sejenak lupa akan
kekhawatiran-kekhawatirannya beberapa saat yang lalu. Hyesung kembali menunduk
dan memeluk anjing itu seperti yang dilakukannya tadi.
Anjing boxer itu lantas berjalan mengitari Hyesung,
mengendus dan menjilat kaki dan tangannya.
“Bagi manusia dan seekor anjing yang tidak saling
mengerti bahasa masing-masing, kalian tampaknya sudah menembus batas itu tanpa
masalah sedikitpun” gumam Kyuhyun masam.
Hyesung menyadari tatapan tidak rela Kyuhyun
kepadanya.
“Itu karena aku memang tergila-gila pada anjing.
Sudah berapa lama kau memelihara anjing ini?”
“Delapan tahun”
“Bahagia sekali kau bisa terus berada di dekatnya
selama itu.”
Bunyi dering ponsel menghentikan percakapan
mereka. Hyesung meraih ponsel dari anak tas yang dari tadi setia bertengger di
punggungnya. Mata Hyesung terbelalak untuk sepersekian detik memandangi layar
ponsel sebelum dengan hitungan sepersekian detik berikutnya dia langsung
menekan tombol terima dan menempelkan ponsel itu di atas telinga kirinya.
“Paman? Sebenarnya apa yang terjadi? Dari yang
aku lihat, paman telah menipuku. Bagaimana bisa paman lakukan ini padaku. Pama
telah berjanji padaku untuk tidak menjual rumah kakek kepada siapapun.”
“ Apa? Tapi buka seperti itu caranya paman.
Sekarang paman di mana?”
“Apa? Apa yang terjadi? Bagaimana keadaan bibi
sekarang?”
“.......”
“Baik, hubungi aku lagi nanti atau aku yang akan
menghubungi paman. Dan paman jangan pernah berani mengganti atau membuang nomor
ponsel paman karena kakek pasti akan marah kalau paman melakukan hal buruk
padaku, cucu kesayangannya”
Hyesung menutup ponselnya dengan malas. Sibuk
memikirkan apa yang harus dia lakukan.
“Paman Jung meminta maaf padaku dan juga padamu.
Dia mengatakan kalau dia terpaksa melakukan hal ini karena istrinya sakit
parah. Beberapa bulan lalu dia resign dari kantornya dan menekuni usaha
rumahan sesuai minatnya, tapi dia gulung tikar karena tertipu temannya sendiri.
Anaknya yang berada di luar negeri membutuhkan biaya besar untuk biaya hidup
dan biaya kuliah. Sementara istrinya butuh operasi saat ini juga dan sebagian
uang kita dia pakai untuk tetap bertahan meneruskan usahanya. Dan parahnya akta
dan surat yang asli dia gadaikan sebagai jaminan. Apa yang harus aku lakukan?”
Kyuhyun sejak tadi masih di dekatnya dan Hyesung
yakin Kyuhyun telah mendengar semuanya. Oleh karena itu dia memperjelas
semuanya. Hyesung sedikit salah tingkah mendapati Kyuhyun memperhatikannya
dengan tatapan menyelidik. Tapi persetan dengan itu karena perasaan Hyesung
campur aduk sekarang.
“Dengan
kondisi paman yang seperti itu aku merasa
sedikit aneh setengah bersalah dan setengah tidak rela. Bahkan aku memakinya di
sini dan masih memikirkan uang itu. Seharusnya paman memberi tahuku sejujurnya
tanpa perlu membohongiku seperti ini sebelumnya. Apa yang harus kukatakan pada
ayah? Ini benar-benar membuatku pusing. Selama di Seoul sedikit banyak paman
telah membantuku karena beliau cukup dekat dengan kakekku dulu. Tapi tidak bisa
dibenarkan juga dia melakukan ini bahkan dia memalsukan surat-suratnya.
Mengingat ini membuatku sangat marah tapi bagaimana dengan istrinya? Bagaimana
kalau tiba-tiba rumah ini disita?”
Suara Hyesung masih terdengar wajar, tapi mukanya
memerah sekarang. Bahkan matanya terlihat berair. Hyesung memejamkan matanya
hingga bulir hangat jatuh mengalir di pipinya dan Hyesung mengusap matanya
dengan kedua tangannya. Belum sempat dia membuka matanya dia merasakan tubuhnya
hangat karena pelukan seseorang. Kyuhyun mendekati Hyesung dan menarik tubuh
Hyesung dalam pelukannya.
Hyesung sangat terkejut, tapi entah kenapa dia
seperti mengalami de javu. Perasaan tenang seperti ini pernah dia rasakan
sebelumnya. Ya, ketika tenggelam di pelukan kakeknya dan juga Junha. Dan
sekarang orang yang masih cukup asing di depannya telah berhasil mengambil satu
posisi lagi di hatinya. Hyesung kembali memejamkan matanya.
“Maafkan aku, tapi bisakah kau tetap seperti ini
lebih lama lagi?” Hyesung lalu melingkarkan kedua tangannya di pinggang Kyuhyun
sama seperti ketika dia membalas pelukan kakeknya ataupun Junha. Kyuhyun
mengeratkan tangan kirinya sementara tangan kanannya bergerak halus mengusap
punggung Hyesung dengan lembut. Hyesung sangat menyukainya.
Pelukan mereka terlepas ketika Macchiato
menggonggong.
Hyesung menatap Kyuhyun kikuk lalu meraih Mac ke
dalam pelukannya.
“Aku akan memberimu tawaran. Kau mau
mendengarkannya?” Kyuhyun duduk di atas sofa. Hyesung mengikutinya denga duduk
di sofa berhadapan dengan Kyuhyun.
“Ya, emosimu cepat sekali berubah. Sama seperti
waktu itu, tak berubah. Oke, sekarang dengarkan perkataanku sampai selesai. Dan
kau bisa mengeluarkan pendapatmu setelah aku selesai”
“Aku tahu kita sama-sama membutuhkan rumah ini.
Dan meskipun kau wanita, aku tidak bisa serta merta menyerahkan rumah ini
padamu karena kau tahu sendiri kalau aku mengeluarkan uang lebih banyak darimu
untuk rumah ini. Mengingat Paman Jung yang tidak kita ketahui keberadaannya,
menurutku masalah kita ini tidak akan selesai dalam waktu yang singkat.
Ditambah lagi tadi kau terlihat gelisah melihat rekeningmu, aku bisa menebak
kondisi keuanganmu saat ini. Ditambah lagi kau sangat dekat dengan Macchiato,
bagaimana kalau kau tinggal di sini. Maksudku, anggap saja kita punya investasi
terhadap rumah ini jadi kita bisa menggunakannya bersama-sama. Kita bisa
membuat semacam aturan agar kita sama-sama tidak dirugikan dan nyaman.
Bagaimana menurutmu?” jelas Kyuhyun hati-hati.
Hyesung terpana mendengar penjelasan sistematis
pria bermata cokelat dengan bintik hitam yang terlihat manis di bawah kelopak
matanya itu yang entah kenapa melihatnya seperti ini menimbulkan geletar yang
sama persis seperti sensasi yang dia rasakan waktu pria itu menciumnya.
To be continue...
yaaaahhh.. cepet banget..... cepet lanjutin yaaa
BalasHapus