Untuk menjaga agar kondisi aliran yang melimpah diatas mercu
stabil, bentuk mercu bendung harus direncanakan secara hati-hati dari segi
hidrolis. Dua tipe mercu bendung tetap di sungai yang biasa digunakan di Indonesia adalah
tipe mercu bulat dan tipe mercu ogee, sebagaimana diuraikan di bawah ini:
1.1.
Mercu bulat
Mercu
bendung bulat mempunyai koefisien debit yang jauh lebih tinggi dibandingkan
dengan mercu bendung ambang lebar. Pada sungai, ini akan banyak memberikan keuntungan karena bangunan ini akan
mengurangi tinggi muka air hulu selama banjir. Harga koefisien debit menjadi
lebih tinggi karena lengkung streamline dan tekanan negatif pada mercu.
Mercu
Ogee berbentuk tirai luapan bawah dari bendung ambang tajam aerasi. Oleh karena
itu mercu ini tidak akan memberikan tekanan subatmosfer pada permukaan mercu
sewaktu bendung mengalirkan air pada debit rencana. Untuk debit yang lebih
rendah, air akan memberikan tekanan ke bawah pada mercu.
Untuk
merencanakan permukaan mercu Ogee bagian hilir, US. Army Corps of Engineers
telah mengembangkan persamaan berikut :
Y/hd
= (I/k) . (X/hd)n
Dimana:
X
dan Y : koordinat-koordinat permukaan hilir; hd : tinggi energy rencana diatas
mercu; K dan n : parameter yang tergantung pada kecepatan aliran dan kemiringan
hilir.
Harga k dan n
Kemiringan
permukaan hilir
|
k
|
N
|
Vertikal
1 - 0.33
1 - 0.67
1 - 1
|
2.000
1.936
1.939
1.873
|
1.850
1.836
1.810
1.776
|
Bagian hulu mercu bervariasi sesuai dengan kemiringan
permukaan hilir, seperti terlihat pada gambar berikut :
Lebar
bendung yaitu jarak antara pangkal-pangkalnya (abutment), sebaiknya sama dengan
lebar rata-rata sungai pada bagian yang stabil. Dibagian ruas bawas sungai,
lebar rata-rata ini dapat diambil pada debit penuh (bankfull discharge); di
bagian ruas atas mungkin sulit untuk menentukan debit penuh. Dalam hal ini banjir rata-rata tahunan dapat diambil untuk menentukan lebar
rata-rata bendung.
Lebar maksimum bendung hendaknya tidak lebih dari 1.2
lebar rata-rata sungai pada ruas yang stabil.
Untuk sungai-sungai yang mengangkut bahan-bahan sedimen
kasar yang berat, lebar bendung tersebut harus disesuaikan laga terhadap lebar
rata-rata sungai, yakni jangan diambil 1.2 kali lebar sungai tersebut.
Agar pembuatan bangunan peredam energi tidak terlalu
mahal, maka aliran per satuan lebar hendaknya dibatasi sampai sekitar 12-14 m3/dt.m,
yang memberikan tinggi energi maksimum sebesar 3.5 – 4.5 m (lihat gambar di
bawah ”Lebar efektif mercu”).
Lebar efektif mercu (Be) dihubungkan dengan lebar mercu
yang sebenarnya (B), yakni jarak antara pangkal-pangkal bendung dan/atau
pilar-pilar dengan persamaan berikut :
Be =
B-2.(n.Kp + Ka).H1 (2)
dimana: n : jumlah
pilar; Kp : koefisien kontraksi pilar; Ka : koefisien
kontraksi pangkal bendung (abutment); H1 : tinggi energi,
m
Harga koefisien Ka dan Kp
diberikan pada tabel berikut (merujuk pada KP-02, Bagian 4.2.1).
Pilar Kp
Untuk
pilar berujung segi empat dengan sudut-sudut yang dibulatkan
Dengan jari-jari 0.1 dari tebal pilar. 0.02
Untuk
pilar berujung bulat 0.01
Untuk
pilar berujung runcing 0
Abutment Ka
Untuk
abutment segiempat dengan tembok hulu 90° ke arah aliran 0.20
Untuk
abutment bulat dengan tembok hulu 90° Kearah aliran dengan 0.5 H1
> r > 0.15 H1 0.10
Untuk
abutment bulat dengan r > 0.5 H1 dan tembok hulu tidak lebih dari
45° ke arah aliran 0
Dalam memperhitungkan
lebar efektif, lebar pembilas yang sebenarnya (dengan bagian depan terbuka)
sebaiknya diambil 80% dari lebar rencana untuk mengkompensasi perbedaan
koefisien debit dibandingkan dengan mercu bendung itu sendiri (lihat gambar
“Lebar efektif mercu”)
Debit yang melimpas
lewat mercu dan pintu
Persamaan tinggi energy-debit untuk bendung ambang pendek
dengan pengontrol segi empat adalah :
Q = Cd . (2/3) . {(2/3).g}½ . b . (H1)1.5
(1)
Dimana: Q : debit, m³/dt
Cd :
koefisien debit (Cd = C0.C1.C2)
g : percepatan
gravitasi, m/dt² (» 9.8)
b : panjang mercu
bendung, m
H1 :
tinggi energy diatas mercu, m
Koefisien debit Cd
adalah hasil dari:
· C0 :
fungsi dari H1/r (lihat gambar berikut)
· C1 :
fungsi dari P/H1 (lihat gambar berikut)
· C2 :
fungsi dari P/H1 dan kemiringan permukaan hulu bendung (lihat gambar
berikut)
C0
mempunyai harga maksimum 1.49 jika H1/r lebih dari 5.0. Harga C0
sahih apabila mercu bendung cukup tinggi diatas dasar rata-rata alur pengarah
(p/H1 > 1.5).
Dalam tahap perencanaan P dapat diambil
setengah dari jarak dari mercu sampai dasar rata-rata sungai sebelum bendung
dibuat. Untuk harga-harga P/H1 yang kurang dari 1.50 maka gambar tersebut dapat
dipakai untuk menemukan faktor pengurangan C1.
Harga-harga koefisien
koreksi untuk pengaruh kemiringan muka bendung bagian hulu terhadap debit
diberikan pada gambar dari koefisien C2 untuk mercu bendung ogee dengan
kemiringan permukaan hulu. Koefisien koreksi (C2) diasumsi kurang lebih sama
dengan harga factor koreksi untuk bentuk-bentuk mercu tipe ogee.
Harga-harga factor
pengurangan aliran tenggelam f sebagai fungsi perbandingan H2/H1 dapat
diperoleh pada gambar di bawah. Faktor pengurangan aliran tenggelam mengurangi
debit dalam keadaan tenggelam.
Koefisien debit
efektif Ce adalah hasil Co, C1, dan C2 (Ce = C0 . C1 . C2).
C0 adalah
konstanta (= 1.30)
C1 adalah
fungsi P/hd dan H1/hd.
C2 adalah
factor koreksi untuk permukaan hulu
Faktor koreksi C1
disajikan pada gambar factor koreksi untuk selain tinggi energy rencana pada bendung
mercu Ogee, dan sebaiknya dipakai untuk berbagai tinggi bendung diatas dasar
sungai.
Harga-harga C1 pada
gambar tersebut berlaku untuk bendung mercu ogee dengan permukaan hulu
vertical. Apabila permukaan bendung bagian hulu miring, koefisien koreksi tanpa
dimensi C2 harus dipakai; ini adalah fungsi baik kemiringan permukaan bendung
maupun perbandingan p/H1. Harga C2 dapat diperoleh pada gambar harga koefisien
C2 untuk bendung mercu Ogee dengan kemiringan hulu.
3. Kolam Olak (merujuk pada KP-02, Bagian 4.2.4)
Gambar
berikut menunjukkan metode perencanaan kolam loncat air.
Dari grafik (q) dengan H1 dan tinggi
jatuh z, kecepatan V1 di awal loncatan dapat dihitung dengan persamaan :
V1 = { (2g) . [(½ . H1 )
+ z]}0.5
dimana : V1 : kecepatan
aliran di awal loncatan, m/dt; g : percepatan gravitasi, m/dt² (» 9.8); H1
: tinggi energy diatas ambang, m; z: tinggi jatuh, m
Dengan q = V1 . yu,
dan persamaan untuk kedalaman konjugasi di loncatan hidrolis adalah :
y2 / yu = (1/2) .
[1+(8Fr)²]0.5
Fr = V1 /
(g . yu)0.5
dimana : y2 : kedalaman
air diatas ambang ujung, m; yu : kedalaman air di awal loncatan, m;
Fr : bilangan Froude; V1 : kecepatan di awal loncatan, m/dt; g :
percepatan gravitasi, m/dt² (» 9.8)
Kedalaman
konjugasi untuk setiap q dapat ditemukan dan diplot. Untuk menjaga agar
loncatan tetap dekat dengan muka miring bendung dan diatas lantai, maka lantai
harus diturunkan hingga kedalaman air hilir sekurang-kurangnya sama dengan
kedalaman konjugasi. Untuk aliran tenggelam, yakni jika muka air hilir lebih
tinggi dari 2/3 H1 diatas mercu, tidak diperlukan peredam energi.
Panjang Kolam Olak
Panjang kolam loncat air di belakang
potongan U biasanya kurang dari panjang bebas loncatan tersebut karena adanya
ambang ujung (end sill). Ambang yang berfungsi untuk memantapkan aliran ini
umumnya ditempatkan pada jarak:
Lj =5 ( n + y2
)
Dimana
: Lj : panjang kolam olak, m; n : tinggi ambang ujung hilir, m; y2 :
kedalaman air diatas ambang, m.
Tinggi yang diperlukan ambang
ujung ini sebagai fungsi bilangan Froude (Fru), kedalaman air yang masuk (yu),
dan tinggi muka air hilir, dapat ditentukan dari grafik pada gambar berikut :
Perhitungan Kolam Olak Tipe MDL dan MDO
Kolam olak
tipe MDL adalah kolam olak tipe loncatan air, sedangkan tipe MDO adalah kolam
olak datar dengan ambang ujung hilir. Kedua tipe ini merupakan tipe
pengembangan dari tipe bak tenggelam dan kolam olak tipe USBR berdasarkan
penelitian hidrolis dari Laboratorium Hidrolika DPMA Bandung.
Tahapan dalam
desain kolam olak tipe MDL adalah sebagai berikut :
- Dari perencanaan mercu sebelumnya diketahui
: Elevasi mercu, lebar bendung efektif Be, jari-jari mercu R (untuk tipe
mercu bulat), tinggi muka air banjir diatas mercu h1.
- Direncanakan
kemiringan hilir tubuh bendung (misalnya, 1:1)
- Dihitung
degradasi hilir berdasarkan kondisi tanah dasar sungai hilir (bila tidak
ada data yang pasti asumsi kedalaman gerusan minimal 2.00 m)
- Hitung
kedalaman air di hilir, h2 dengan lengkung debit yang diketahui
(jika ada), atau dengan pendekatan rumus Manning (dengan parameter
hidrolis rata-rata, yaitu : lebar dasar sungai, b; kemiringan talud, m;
koefisien kekasaran, n; dan kemiringan dasar sungai, I), atau berdasarkan
hasil analisis hidrolika sungai (misalnya dengan analisis hydraulic
HEC-RAS)
- Hitung
Z = (Elevasi mercu + h1 – elevasi dasar sungai dengan keadaan
degradasi + h2), atau dengan persamaan Z = (P+h1) –
h2 – d (degradasi)
- Hitung
debit persatuan lebar, q = Q/B; dengan : Q = debit banjir rencana, m3/dt;
B = lebar total kolam olak, m.
- Hitung
parameter energi berdasarkan persamaan : (q/(g.z^3)^0.5)
Dan dengan bantuan grafik MDL untuk tipe MDL (peredam
energy cekung) dapat dicari : Dr = dalamnya cekungan; R = radius cekungan; Lr =
panjang cekungan; dan e = panjang ambang hilir.
Atau dengan bantuan grafik MDO untuk tipe
MDO (peredam energy kolam datar dengan ambang hilir)
- Pasang
rip-rap batu dengan diameter d=30/40 cm di hilir ambang hilir cekungan
dengan panjang > 3.00 m dan dalam minimum 4-5 lapis.
Sedangkan tahapan untuk desain kolam olak tipe MDO : tahap
(1) sampai (6) dan (8) sama seperti di atas, sedangkan untuk tahap (7) adalah :
Hitung parameter energi berdasarkan
persamaan : (q/(g.z^3)^0.5)
Dengan menggunakan grafik MDO (seperti
tercantum di bawah) didapat harga Ds dari harga perbandingan Ds/D2, dimana : Ds
= elevasi mercu – elevasi kolam olak; D2 = tinggi muka air hilir bendung.
Dengan menggunakan grafik MDO diperoleh
panjang kolam olak L dari perbandingan L/Ds.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar