Senin, 18 Juni 2012

BENDUNG


Untuk menjaga agar kondisi aliran yang melimpah diatas mercu stabil, bentuk mercu bendung harus direncanakan secara hati-hati dari segi hidrolis. Dua tipe mercu bendung tetap di sungai yang biasa digunakan di Indonesia adalah tipe mercu bulat dan tipe mercu ogee, sebagaimana diuraikan di bawah ini:
1.1. Mercu bulat
Mercu bendung bulat mempunyai koefisien debit yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan mercu bendung ambang lebar. Pada sungai, ini akan banyak memberikan keuntungan karena bangunan ini akan mengurangi tinggi muka air hulu selama banjir. Harga koefisien debit menjadi lebih tinggi karena lengkung streamline dan tekanan negatif pada mercu.


1.2. Mercu Ogee
Mercu Ogee berbentuk tirai luapan bawah dari bendung ambang tajam aerasi. Oleh karena itu mercu ini tidak akan memberikan tekanan subatmosfer pada permukaan mercu sewaktu bendung mengalirkan air pada debit rencana. Untuk debit yang lebih rendah, air akan memberikan tekanan ke bawah pada mercu.
Untuk merencanakan permukaan mercu Ogee bagian hilir, US. Army Corps of Engineers telah mengembangkan persamaan berikut :
Y/hd = (I/k) . (X/hd)n
Dimana:
X dan Y : koordinat-koordinat permukaan hilir; hd : tinggi energy rencana diatas mercu; K dan n : parameter yang tergantung pada kecepatan aliran dan kemiringan hilir.
Harga k dan n
Kemiringan permukaan hilir
k
N
Vertikal
1 - 0.33
1 - 0.67
1 - 1
2.000
1.936
1.939
1.873
1.850
1.836
1.810
1.776

Bagian hulu mercu bervariasi sesuai dengan kemiringan permukaan hilir, seperti terlihat pada gambar berikut :

 2. Lebar Bendung

Lebar bendung yaitu jarak antara pangkal-pangkalnya (abutment), sebaiknya sama dengan lebar rata-rata sungai pada bagian yang stabil. Dibagian ruas bawas sungai, lebar rata-rata ini dapat diambil pada debit penuh (bankfull discharge); di bagian ruas atas mungkin sulit untuk menentukan debit penuh. Dalam hal ini banjir rata-rata tahunan dapat diambil untuk menentukan lebar rata-rata bendung.
Lebar maksimum bendung hendaknya tidak lebih dari 1.2 lebar rata-rata sungai pada ruas yang stabil.
Untuk sungai-sungai yang mengangkut bahan-bahan sedimen kasar yang berat, lebar bendung tersebut harus disesuaikan laga terhadap lebar rata-rata sungai, yakni jangan diambil 1.2 kali lebar sungai tersebut.
Agar pembuatan bangunan peredam energi tidak terlalu mahal, maka aliran per satuan lebar hendaknya dibatasi sampai sekitar 12-14 m3/dt.m, yang memberikan tinggi energi maksimum sebesar 3.5 – 4.5 m (lihat gambar di bawah ”Lebar efektif mercu”).
Lebar efektif mercu (Be) dihubungkan dengan lebar mercu yang sebenarnya (B), yakni jarak antara pangkal-pangkal bendung dan/atau pilar-pilar dengan persamaan berikut :
Be = B-2.(n.Kp + Ka).H1 (2)
dimana: n : jumlah pilar; Kp : koefisien kontraksi pilar; Ka : koefisien kontraksi pangkal bendung (abutment); H1 : tinggi energi, m
Harga koefisien Ka dan Kp diberikan pada tabel berikut (merujuk pada KP-02, Bagian 4.2.1).
Pilar Kp
Untuk pilar berujung segi empat dengan sudut-sudut yang dibulatkan
Dengan jari-jari 0.1 dari tebal pilar. 0.02
Untuk pilar berujung bulat 0.01
Untuk pilar berujung runcing 0
Abutment Ka
Untuk abutment segiempat dengan tembok hulu 90° ke arah aliran 0.20
Untuk abutment bulat dengan tembok hulu 90° Kearah aliran dengan 0.5 H1 > r > 0.15 H1 0.10
Untuk abutment bulat dengan r > 0.5 H1 dan tembok hulu tidak lebih dari 45° ke arah aliran 0




Dalam memperhitungkan lebar efektif, lebar pembilas yang sebenarnya (dengan bagian depan terbuka) sebaiknya diambil 80% dari lebar rencana untuk mengkompensasi perbedaan koefisien debit dibandingkan dengan mercu bendung itu sendiri (lihat gambar “Lebar efektif mercu”)


Debit yang melimpas lewat mercu dan pintu

Persamaan tinggi energy-debit untuk bendung ambang pendek dengan pengontrol segi empat adalah :
Q = Cd . (2/3) . {(2/3).g}½ . b . (H1)1.5 (1)
Dimana:  Q : debit, m³/dt
Cd : koefisien debit (Cd = C0.C1.C2)
g : percepatan gravitasi, m/dt² (» 9.8)
b : panjang mercu bendung, m
H1 : tinggi energy diatas mercu, m
Koefisien debit Cd adalah hasil dari:
· C0 : fungsi dari H1/r (lihat gambar berikut)
· C1 : fungsi dari P/H1 (lihat gambar berikut)
· C2 : fungsi dari P/H1 dan kemiringan permukaan hulu bendung (lihat gambar berikut)
C0 mempunyai harga maksimum 1.49 jika H1/r lebih dari 5.0. Harga C0 sahih apabila mercu bendung cukup tinggi diatas dasar rata-rata alur pengarah (p/H1 > 1.5).
Dalam tahap perencanaan P dapat diambil setengah dari jarak dari mercu sampai dasar rata-rata sungai sebelum bendung dibuat. Untuk harga-harga P/H1 yang kurang dari 1.50 maka gambar tersebut dapat dipakai untuk menemukan faktor pengurangan C1.
Harga-harga koefisien koreksi untuk pengaruh kemiringan muka bendung bagian hulu terhadap debit diberikan pada gambar dari koefisien C2 untuk mercu bendung ogee dengan kemiringan permukaan hulu. Koefisien koreksi (C2) diasumsi kurang lebih sama dengan harga factor koreksi untuk bentuk-bentuk mercu tipe ogee.
Harga-harga factor pengurangan aliran tenggelam f sebagai fungsi perbandingan H2/H1 dapat diperoleh pada gambar di bawah. Faktor pengurangan aliran tenggelam mengurangi debit dalam keadaan tenggelam.
Koefisien debit efektif Ce adalah hasil Co, C1, dan C2 (Ce = C0 . C1 . C2).
C0 adalah konstanta (= 1.30)
C1 adalah fungsi P/hd dan H1/hd.
C2 adalah factor koreksi untuk permukaan hulu
Faktor koreksi C1 disajikan pada gambar factor koreksi untuk selain tinggi energy rencana pada bendung mercu Ogee, dan sebaiknya dipakai untuk berbagai tinggi bendung diatas dasar sungai.
Harga-harga C1 pada gambar tersebut berlaku untuk bendung mercu ogee dengan permukaan hulu vertical. Apabila permukaan bendung bagian hulu miring, koefisien koreksi tanpa dimensi C2 harus dipakai; ini adalah fungsi baik kemiringan permukaan bendung maupun perbandingan p/H1. Harga C2 dapat diperoleh pada gambar harga koefisien C2 untuk bendung mercu Ogee dengan kemiringan hulu.

3. Kolam Olak (merujuk pada KP-02, Bagian 4.2.4)
Gambar berikut menunjukkan metode perencanaan kolam loncat air.
Dari grafik (q) dengan H1 dan tinggi jatuh z, kecepatan V1 di awal loncatan dapat dihitung dengan persamaan :
V1 = { (2g) . [(½ . H1 ) + z]}0.5
dimana : V1 : kecepatan aliran di awal loncatan, m/dt; g : percepatan gravitasi, m/dt² (» 9.8); H1 : tinggi energy diatas ambang, m; z: tinggi jatuh, m
Dengan q = V1 . yu, dan persamaan untuk kedalaman konjugasi di loncatan hidrolis adalah :
y2 / yu = (1/2) . [1+(8Fr)²]0.5
Fr = V1 / (g . yu)0.5
dimana : y2 : kedalaman air diatas ambang ujung, m; yu : kedalaman air di awal loncatan, m; Fr : bilangan Froude; V1 : kecepatan di awal loncatan, m/dt; g : percepatan gravitasi, m/dt² (» 9.8)
Kedalaman konjugasi untuk setiap q dapat ditemukan dan diplot. Untuk menjaga agar loncatan tetap dekat dengan muka miring bendung dan diatas lantai, maka lantai harus diturunkan hingga kedalaman air hilir sekurang-kurangnya sama dengan kedalaman konjugasi. Untuk aliran tenggelam, yakni jika muka air hilir lebih tinggi dari 2/3 H1 diatas mercu, tidak diperlukan peredam energi.

Panjang Kolam Olak

Panjang kolam loncat air di belakang potongan U biasanya kurang dari panjang bebas loncatan tersebut karena adanya ambang ujung (end sill). Ambang yang berfungsi untuk memantapkan aliran ini umumnya ditempatkan pada jarak:
Lj =5 ( n + y2 )
Dimana : Lj : panjang kolam olak, m; n : tinggi ambang ujung hilir, m; y2 : kedalaman air diatas ambang, m.
Tinggi yang diperlukan ambang ujung ini sebagai fungsi bilangan Froude (Fru), kedalaman air yang masuk (yu), dan tinggi muka air hilir, dapat ditentukan dari grafik pada gambar berikut :
Perhitungan Kolam Olak Tipe MDL dan MDO
Kolam olak tipe MDL adalah kolam olak tipe loncatan air, sedangkan tipe MDO adalah kolam olak datar dengan ambang ujung hilir. Kedua tipe ini merupakan tipe pengembangan dari tipe bak tenggelam dan kolam olak tipe USBR berdasarkan penelitian hidrolis dari Laboratorium Hidrolika DPMA Bandung.
Tahapan dalam desain kolam olak tipe MDL adalah sebagai berikut :
  1. Dari perencanaan mercu sebelumnya diketahui : Elevasi mercu, lebar bendung efektif Be, jari-jari mercu R (untuk tipe mercu bulat), tinggi muka air banjir diatas mercu h1.
  2. Direncanakan kemiringan hilir tubuh bendung (misalnya, 1:1)
  3. Dihitung degradasi hilir berdasarkan kondisi tanah dasar sungai hilir (bila tidak ada data yang pasti asumsi kedalaman gerusan minimal 2.00 m)
  4. Hitung kedalaman air di hilir, h2 dengan lengkung debit yang diketahui (jika ada), atau dengan pendekatan rumus Manning (dengan parameter hidrolis rata-rata, yaitu : lebar dasar sungai, b; kemiringan talud, m; koefisien kekasaran, n; dan kemiringan dasar sungai, I), atau berdasarkan hasil analisis hidrolika sungai (misalnya dengan analisis hydraulic HEC-RAS)
  5. Hitung Z = (Elevasi mercu + h1 – elevasi dasar sungai dengan keadaan degradasi + h2), atau dengan persamaan Z = (P+h1) – h2 – d (degradasi)
  6. Hitung debit persatuan lebar, q = Q/B; dengan : Q = debit banjir rencana, m3/dt; B = lebar total kolam olak, m.
  7. Hitung parameter energi berdasarkan persamaan : (q/(g.z^3)^0.5)
Dan dengan bantuan grafik MDL untuk tipe MDL (peredam energy cekung) dapat dicari : Dr = dalamnya cekungan; R = radius cekungan; Lr = panjang cekungan; dan e = panjang ambang hilir.
Atau dengan bantuan grafik MDO untuk tipe MDO (peredam energy kolam datar dengan ambang hilir)
  1. Pasang rip-rap batu dengan diameter d=30/40 cm di hilir ambang hilir cekungan dengan panjang > 3.00 m dan dalam minimum 4-5 lapis.
Sedangkan tahapan untuk desain kolam olak tipe MDO : tahap (1) sampai (6) dan (8) sama seperti di atas, sedangkan untuk tahap (7) adalah :
Hitung parameter energi berdasarkan persamaan : (q/(g.z^3)^0.5)
Dengan menggunakan grafik MDO (seperti tercantum di bawah) didapat harga Ds dari harga perbandingan Ds/D2, dimana : Ds = elevasi mercu – elevasi kolam olak; D2 = tinggi muka air hilir bendung.
Dengan menggunakan grafik MDO diperoleh panjang kolam olak L dari perbandingan L/Ds.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...