Kamis, 31 Maret 2011

[Dari Kuliah Etika Profesi] Program Sertifikasi Insinyur Profesional-PII


-->

Kuliah Etika Profesi

Program Sertifikasi Insinyur Profesional-PII

PENDAHULUAN

• Sebutan Profesi

Persatuan Insinyur Indonesia (PII), dimulai oleh Pengurus Pusat masa bakti 1994 - 1999, menyelenggarakan apa yang disebut sebagai Program Insinyur Profesional. Dalam program ini akan diperkenalkan ke dalam masyarakat : Sebutan (gelar) profesi yang baru, yaitu Insinyur dan Sertifikatkeprofesionalan yang baru, yaitu Insinyur Profesional.
Seperti diketahui, ada perbedaan antara : Gelar Akademis yaitu gelar yang diperoleh setelah menamatkan pendidikan akademis, seperti misalnya Sarjana Hukum (SH), atau Sarjana Farmasi (SF), serta Gelar Akademis lanjutan seperti S-2 (Magister) dan S-3 (Doktor) yang menunjukkan tingkat kemampuan akademis dan penelitian (riset),dengan Sebutan Profesi seperti misalnya Pengacara/Notaris/Jaksa/Hakim, atau Apoteker, yaitu sebutan bagi para penyandang gelar akademis yang mempraktekkan hasil pendidikan akademisnya itu sebagai profesinya sehari-hari.
Dan umumnya sebutan profesi ini diperoleh setelah yang bersangkutan memenuhi beberapa persyaratan kemampuan dan pengalaman profesional yang ditambahkan atas pendidikan akademisnya.
Ketentuan Pemerintah mengenai Sebutan Profesi ini menyebutkan bahwa penetapan mengenai suatu sebutan profesi dilakukan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan cq. Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, berdasarkan rekomendasi Organisasi Profesi yang bersangkutan.
Dengan mengikuti ketentuan sedemikian itu, maka PII, sebagai wadah berhimpunnya para Sarjana Teknik dan Sarjana Pertanian yang berprofesi di dunia keinsinyuran (engineering), akan meluncurkan sebutan profesi Insinyur bagi para anggotanya.
Sebutan profesi Insinyur ini, yang disingkat Ir., dapat dicantumkan oleh penyandangnya di depan namanya.

Sertifikat Keprofesionalan

Selanjutnya PII akan pula meluncurkan sertifikat keprofesionalan Insinyur Profesional, yang disertifikasikan pada penyandang Sebutan Profesi Insinyur yang :
  • Mempunyai dasar pengetahuan kesarjanaan (knowledge base) untuk profesi keinsinyuran.
  • Telah mengumpulkan pengalaman dan kemampuan profesi keinsinyuran yang cukup untuk memenuhi suatu persyaratan bakuan kompetensi (competency standard) yang ditetapkan PII.
  • Mandiri dalam mengemban tanggungjawab profesinya.
  • Melaksanakan tugas-tugas keinsinyuran itu sebagai profesinya sehari-hari.
  • Memelihara kemutakhiran kemampuan profesionalnya.
Sertifikasi keprofesionalan Insinyur Profesional ini, yang disingkat IP, dapat dicantumkan oleh penyandangnya di belakang namanya.
Sertifikasi keprofesionalan IP mempunyai 3 (tiga) jenjang :
  1. Insinyur Profesional Muda (IP) : Mampu melaksanakan tugas profesional keinsinyuran : Secara mandiri, untuk kegiatan keinsinyuran yang umum dan/atau baku. atau Di bawah bimbingan IPM/IPU, untuk kegiatan keinsinyuran yang lebih canggih di mana diperlukan kreativitas dan/atau inovasi.
  2. Insinyur Profesional Madya (IPM) : Mampu melaksanakan tugas profesional keinsinyuran secara mandiri.
  3. Insinyur Profesional Utama (IPU):
Mampu melaksanakan tugas eksekutif profesional keinsinyuran :
  • Yang sangat menjurus (super specialised) dan/atau
  • Yang sangat mendalam (mumpuni) dan/atau
  • Dengan memimpin sejumlah IPM dan/atau IP multi disiplin.
Dalam pelaksanaan Program IP ini, PII menjalin kemitraan dengan Insititution of Engineers, Australia (I.E.Aust.), suatu lembaga yang setara dengan PII di Australia, untuk dapat lebih menjamin bahwa sistem sertifikasi IP Indonesia ini akan mencapai standar internasional.
PII juga menjadi anggota tetap Delegasi Indonesia pada APEC Human Resources Development Working Group (HRD-WG) on Mutual Recognition, suatu lembaga yang merumuskan pengakuan timbal-balik atas sertifikasi keprofesionalan di antara negara-negara APEC, sehingga PII mempunyai akses untuk menjamin bahwa sistem sertifikasi IP Indonesia ini akan memperoleh pengakuan kesetaraan internasional.

TUJUAN, MANFAAT DAN SASARAN

Tujuan

Tujuan diselenggarakannya Program IP ini adalah :
  1. Berkembangnya dunia keinsinyuran Indonesia sehingga menjadi :
    • Sumber daya profesionalisme yang tangguh, yang dapat lebih mampu menghadapi tantangan peningkatan pembangunan serta peningkatan keselamatan dan kesejahteraan masyarakat.
    • Sumber daya keinsinyuran dengan bakuan keahlian, kemahiran dan profesionalisme yang setara dengan bakuan internasional sehingga lebih siap menghadapi persaingan global.
    • Bidang profesi yang mempunyai keabsahan, pertanggung-jawaban perdata (legal liability) dan perlindungan yang jelas dan pasti.
  2. Tertransformasikannya PII menjadi organisasi profesi yang sesungguhnya, yang merupakan kancah bagi anggotanya untuk berkiprah mengembangkan dan menerapkan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi serta mengabdikannya bagi kejayaan Bangsa dan Negara.

Manfaat

Manfaat diselenggarakannya Program IP ini adalah :
  1. Manfaat Nasional :
    • Berkembangnya sistem pembinaan anggota PII sebagai bagian sumber daya profesionalisme nasional yang selalu dimutakhirkan sesuai perkembangan Iptek.
    • Terwujudnya perlindungan bagi masyarakat atas keselamatan kerja dan mutu pekerjaan keinsinyuran, karena hanya insinyur yang berkompeten yang boleh menangani pekerjaan-pekerjaan keinsinyuran.
    • Terbentuknya jalur pertanggung-jawaban perdata atas hasil karya, produk dan jasa keinsinyuran.
    • Terciptanya kesetaraan internasional bagi jenjang keprofesionalan tenaga keinsinyuran nasional, yang sekaligus dapat dipergunakan untuk bench-marking tenaga keinsinyuran asing yang akan bekerja di Indonesia.
  2. Manfaat Perorangan :
    • Adanya pengakuan yang resmi dan berlaku secara nasional terhadap kompetensi, keahlian dan kemampuan keinsinyuran dari seseorang yang menyandang sertifikasi IP.
    • Tersedianya kesempatan peningkatan kompetensi, keahlian dan kemampuan itu melalui pembinaan keprofesian yang berkelanjutan.
    • Terciptanya jalur profesi sebagai jalur jenjang karier, di samping jalur struktural dan manajemen, sehingga lebih meningkatkan kesetiaan seseorang pada profesi, yang kembali akan meningkatkan keprofesionalan orang tersebut.
    • Terdapatnya kemudahan untuk turut-serta dalam proyek-proyek pembangunan keinsinyuran bila persyaratan keprofesionalan kelak telah diberlakukan Pemerintah.
    • Terbukanya akses ke pasaran tenaga kerja keinsinyuran karena data-data pribadi dan kualifikasinya tercantum dalam data-base yang on-line.
    • Terbukanya akses langsung ke pasaran tenaga kerja keinsinyuran di luar negeri karena diakuinya sertifikasi IP Indonesia di luar negeri.
  3. Manfaat Kelembagaan :
    • Tersedianya sumber informasi yang terinci, terklasifikasi dan mutakhir bagi lembaga kedinasan atau perusahaan yang hendak melakukan rekrutmen insinyur.
    • Terciptanya iklim keprofesionalan dalam lembaga/perusahaan, yang kembali akan mendorong si insinyur untuk makin menekuni dan meningkatkan keahliannya.
    • Tersedianya instrumen untuk mengatur jenjang karier dan skala imbalan kerja yang lebih pasti, adil dan memadai.
    • Tersedianya instrumen untuk mengatur billing-rate yang sesuai dengan klasifikasi yang berdasarkan kualifikasi.
    • Terdorong naiknya kinerja lembaga/perusahaan akibat peningkatan motivasi dan produktivitas tenaga kerja.

Sasaran :

Untuk mencapai tujuan-tujuan dan meraih manfaat-manfaat tersebut di atas, telah ditetapkan sasaran-sasaran program sebagai berikut :
  1. Sasaran Perorangan :
    • Terlaksananya pemberian sebutan profesi Insinyur hanya bagi mereka yang menjadi anggota PII, yaitu Sarjana Teknik dan Pertanian yang secara aktif mendaftarkan dirinya untuk menjadi anggota PII (stelsel aktif).
    • Terlaksananya sertifikasi Insinyur Profesional jalur baku bagi Sarjana Teknik dan Pertanian yang telah mengumpulkan pengalaman dan kemampuan profesi keinsinyuran yang cukup untuk memenuhi persyaratan bakuan kompetensi yang ditetapkan PII serta yang mempraktekkan keinsinyuran itu sebagai profesinya sehari-hari.
    • Terlaksananya secara khusus sertifikasi sejumlah besar Sarjana Teknik dan Pertanian yang selama ini telah disebut “Insinyur” untuk menjadi Insinyur Profesional, melalui jalur transisional.
    • Diperolehnya keabsahan sebutan profesi Insinyur Profesional dari berbagai aspeknya (civil effect, legal liability, klasifikasi-kualifikasi, proteksi profesi, dsb.).
    • Tercapainya kesetaraan internasional bagi sebutan profesi Insinyur Profesional Indonesia.
  2. Sasaran Kelembagaan :
    • Tergalangnya kemampuan organisasi PII untuk mengelola program Insinyur Profesional secara mapan dan berkelanjutan.
    • Terbentuknya kemampuan organisasi PII untuk menjadi sumber data informasi keinsinyuran Indonesia yang selalu mutakhir dan bahkan “on-line”.
    • Tersedianya sarana bagi mendukung anggota dalam upaya mereka untuk senantiasa mengikuti perkembangan Iptek, terutama sarana pelatihan.
    • Terdukungnya Badan Akreditasi Nasional Depdikbud dalam mengakreditasi pendidikan tinggi teknik dan pertanian sehingga menghasilkan lulusan yang mempunyai dasar pengetahuan profesi, terutama dengan memberi masukan berupa hasil tinjauan dari sudut pandang “pemakai (user)” produk dan jasa keinsinyuran.

PERSYARATAN SERTIFIKASI

Calon IP dapat disertifikasi menjadi IP setelah menunjukkan bahwa ia :
  1. Mempunyai Dasar Pengetahuan (Knowledge Base) Profesi Keinsinyuran
  2. Mempunyai Pengalaman Profesi Keinsinyuran
  3. Memenuhi Syarat Bakuan Kompetensi (Competency Standard) Profesi Keinsinyuran

1. Persyaratan Dasar Pengetahuan

Pada dasarnya, secara universal, dasar pengetahuan (knowledge base) profesi keinsinyuran adalah apa yang diperoleh seseorang ketika mengikuti dan menamatkan pendidikan kesarjanaan ilmu teknik atau pertanian.
Namun dalam konteks situasi dan kondisi dunia pendidikan tinggi di Indonesia, maka untuk pelaksanaan program IP perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a. Cakupan Kurikulum :
Kurikulum pendidikan tinggi teknik dan pertanian harus dapat mencakup semua dasar pengetahuan yang diperlukan seseorang untuk memungkinkannya terjun berprofesi di dunia keinsinyuran. Berdasar kurikulumnya itu, sarjana Teknik dan Pertanian harus :
* Mempunyai kwalifikasi kesarjanaan :
  1. Memiliki penguasaan ilmu-ilmu dasar dan perangkat kerekayasaan yang cukup serta cakap dan trampil dalam menggunakannya, sehingga dapat beradaptasi dengan cepat di bidang pekerjaannya
  2. Memiliki penguasaan ilmu-ilmu sains dan keinsinyuran yang cukup, sehingga dapat mengikuti perkembangan baru di bidang kejuruannya, dapat melaksanakan penelitian dan pengembangan, serta dapat mengikuti program pelatihan, penataran, pemutakhiran dan/atau studi lanjutan.
* Dapat bekerja :
  1. Cakap dan trampil di bidang kejuruannya.
  2. Dapat menerapkan ilmu dan pengetahuan untuk melaksanakan tugas pekerjaan.
  3. Dapat menggunakan nalar untuk menyelesaikan masalah berdasarkan data dan informasi yang ada.
  4. Mengetahui dan dapat memanfaatkan kaidah-kaidah matematika dan fisika untuk melaksanakan tugas pekerjaan.
  5. Dapat menggunakan konsep-konsep iptek untuk menjelaskan hal-hal yang kurang/tidak jelas.
* Dapat belajar :
  1. Mengetahui bagaimana belajar dengan efektif, efisien dan berkelanjutan.
  2. Menyadari bahwa iptek selalu maju dan berkembang.
  3. Mampu berkomunikasi dengan yang lebih ahli untuk memperoleh bantuan mereka. * Mempunyai etos kerja yang baik :
  4. Memahami peranan penting dan perlunya keseriusan dan konsentrasi dalam melaksanakan tugas pekerjaan.
  5. Mampu mandiri dalam bekerja, berupaya dan mengambil keputusan.
  6. Memiliki martabat dan mutu kecendekiaan.
  7. Mampu menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan.
Kalau dilihat kebutuhan-kebutuhan tersebut di atas ini, maka sebenarnya yang kompeten untuk menetapkan cakupan kurikulum terhadap pengetahuan dasar profesi adalah organisasi profesi keinsinyuran, dalam hal ini PII.
b. Mutu Perguruan Tinggi :
Untuk dapat memberikan dasar pengetahuan tersebut di atas, proses belajar-mengajar dalam suatu perguruan tinggi teknik atau pertanian harus terjamin mutunya.
Di samping pengelolaan mutu secara internal, perguruan tinggi harus menjalin hubungan dengan para pemakai insinyur (employers) dan pengguna produk/jasa keinsinyuran, untuk dapat senantiasa memperoleh umpan balik dari pihak eksternal mengenai mutu akademisnya.
Pada galibnya, lembaga masyarakat yang mampu membawakan aspirasi para pemakai insinyur dan pengguna produk/jasa keinsinyuran, dalam memberikan umpan-balik sedemikian itu, adalah organisasi profesi PII.
c. Jaminan Cakupan Kurikulum dan Mutu Akademis Perguruan Tinggi :
* Akreditasi :
Untuk menjamin bahwa suatu perguruan tinggi menetapkan kurikulum yang mencakup pengetahuan dasar profesi keinsinyuran, dan bahwa perguruan tinggi itu menyelenggarakan kegiatan akademis yang bermutu tinggi, maka perlu ada proses akreditasi bagi perguruan tinggi.
Menurut ketentuan Pemerintah, akreditasi itu dilaksanakan oleh Badan Akreditasi Nasional (BAN), suatu badan otonom yang dibentuk oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Namun hingga sekarang BAN belum sampai pada mengakreditasi perguruan-perguruan tinggi teknik dan pertanian.
Bahkan melihat kemajuan lingkup pekerjaan BAN sampai kini, kelihatannya lima tahun mendatangpun perguruan tinggi teknik dan pertanian belum akan tersentuh oleh BAN.
Dalam hal BAN belum berfungsi, acuan yang ada adalah klasifikasi perguruan tinggi yang sekarang masih berlaku, yaitu “Terdaftar”, Diakui” dan “Disamakan”.
Tetapi klasifikasi ini berlaku hanya untuk Perguruan Tinggi Swasta, dengan anggapan dasar bahwa Perguruan Tinggi Negeri yang manapun sudah pasti mutunya baik.
Padahal kebenaran anggapan dasar tersebut sangat diragukan.
* Pendidikan Tambahan :
Kalaupun sudah ada lembaga yang mengakreditasi perguruan tinggi, maka pasti akan ditemui perguruan tinggi yang cakupan kurikulumnya tidak cukup untuk memberi pengetahuan dasar keprofesian ataupun yang mutu akademisnya rendah.
Dalam hal ini, bagi lulusan perguruan tinggi semacam itu perlu diberikan pendidikan tambahan keprofesian untuk melengkapkan pengetahuan dasar profesi baginya.
* Peranan PII :
Di berbagai negara lain, akreditasi perguruan tinggi dan pemberian pendidikan tambahan keprofesian dilaksanakan oleh organisasi profesi.
Pada saat ini sumber daya dan kemampuan PII masih sangat jauh untuk dapat melakukan hal itu. Situasi dan kondisi ketatanegaraan di Indonesia pun kiranya belum memungkinkan hal itu.
Namun demikian sudah harus dimulai langkah-langkah awal untuk mempersiapkan PII ke arah itu.
* Jalur Artikulasi :
Di negara-negara lain, seorang yang bukan sarjana dimungkinkan untuk menjadi IP.
Yaitu setelah ia menempuh suatu jalur peningkatan pengetahuan dasar yang rigorous untuk hal itu. Jalur ini disebut jalur artikulasi.
Di Indonesia pun, sampai akhir dasawarsa 50-an dikenal gelar “insinyur praktek” bagi mereka yang articulated ini.
Karena Anggaran Dasar PII menyatakan bahwa keanggotaan PII hanya terbuka bagi para sarjana, maka pada saat ini jalur artikulasi untuk IP tidak/belum dimungkinkan.
Namun melihat kecenderungan global, maka PII, cepat atau lambat, harus membuka kemungkinan bagi jalur artikulasi ini.
Apalagi di Indonesia kini pun terdapat asosiasi profesi keteknikan yang menerima profesional non-sarjana sebagai anggotanya, bahkan disertifikasikan-nya pula.

2. Persyaratan Pengalaman Profesi

Tak seorangpun sarjana yang baru lulus akan langsung dapat mempunyai kompetensi untuk melaksanakan tugas-tugas keinsinyuran profesional.
Kompetensi profesi adalah sesuatu yang diperoleh seseorang dengan menarik pelajaran dari pengalamannya melaksanakan tugas-tugas keinsinyuran selama kurun waktu tertentu.
Dalam mengumpulkan pengalaman profesionalnya, seseorang harus melaksanakannya dengan teratur :
* Harus Tercatat :
Agar dapat menarik pelajaran yang optimum dari pengalamannya, seseorang harus melakukan dokumentasi yang baik atas pengalamannya melaksanakan tugas-tugas keinsinyuran.
Untuk itu harus dipunyai Buku Catatan Pengalaman Keinsinyuran (Logbook), di mana pengalaman pekerjaan keinsinyuran di dokumentasikan dengan sistematis.
* Harus Terstruktur :
Agar dapat mencapai tingkat kompetensi yang diperlukan, pengalaman seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas keinsinyuran haruslah terstruktur dengan semestinya (appropriate) :
  • Dari tingkat kerumitan yang rendah ke yang tinggi.
  • Berpindah-pindah bagian sehingga melengkapi lingkup pengalaman untuk suatu tugas tertentu.
  • Berganti-ganti tugas sehingga melengkapi jenis-jenis pengalaman yang nantinya dipersyaratkan dalam Bakuan Kompetensi.
Akhirnya, pada waktu mengajukan permohonan/aplikasi untuk menjadi IP, si calon harus menyusun suatu Laporan Praktek Keinsinyuran (LPK).
LPK ini harus menguraikan pengalaman si calon mengerjakan tugas-tugas keinsinyurannya yang terstruktur itu, di kaitkan dengan pemenuhan persyaratan Bakuan Kompetensi.
* Waktu Pengalaman :
Berdasarkan pengalaman di negara-negara lain yang telah lama melaksanakan sertifikasi, maka waktu yang diperlukan seseorang untuk dapat mengumpulkan pengalaman praktek keinsinyuran yang cukup bagi memenuhi persyaratan Bakuan Kompetensi, adalah sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun.
Namun apabila seseorang bekerja di dalam lingkungan yang sangat kondusif untuk memberikan pengalaman yang terstruktur, maka waktu yang diperlukan dapat dipercepat menjadi 3 (tiga) tahun.
Oleh karena itu PII merencanakan untuk menemu-kenali lembaga-lembaga dan perusahaan di mana terdapat lingkungan kerja yang kondusif sedemikian itu, dan menjadikannya mitra dalam pembinaan profesi keinsinyuran di wilayah yang bersangkutan.
Pesyaratan Bakuan Kompetensi :
Persyaratan terpenting untuk Sertifikasi IP adalah dipenuhinya Bakuan Kompetensi IP.
Bakuan Kompetensi ini adalah pokok-pokok acuan yang dapat dipergunakan untuk menilai tata keseimbangan yang menyeluruh dari kecendekiaan, pengetahuan, ketrampilan, kearifan, pengalaman dan tatalaku yang perlu dipunyai seorang Insinyur Profesional
* Rincian Bakuan Kompetensi.

Bakuan Kompetensi dirinci atas Unit-Unit Kompetensi, di mana tiap Unit Kompetensi ini dirinci terlebih jauh atas Elemen-Elemen Kompetensi, sedangkan tiap Elemen Kompetensi dirinci lagi atas Uraian Kegiatan.
  1. Unit Kompetensi :
    Bakuan Kompetensi dirinci atas Unit-Unit Kompetensi, yang menunjukkan bidang-bidang kegiatan profesional secara garis besar.
  2. Elemen Kompetensi :
    Tiap Unit Kompetensi dirinci terlebih lanjut atas Elemen-Elemen Kompetensi, yang menjelaskan kegiatan-kegiatan apa saja yang dilakukan dalam Unit Kompetensi yang bersangkutan.
  3. Uraian Kegiatan :
    Selanjutnya setiap Elemen Kegiatan dirinci atas berbagai Uraian Kegiatan, yang menjelaskan unjuk kerja yang dapat dinilai secara obyektif dalam Elemen Kompetensi yang bersangkutan, untuk dapat menilai kompetensi seorang calon Insinyur Profesional.

3. Penguasaan Bakuan Kompetensi

  1. Penguasaan Unit Kompetensi :
    Untuk dapat disertifikasi menjadi Insinyur Profesional, seorang calon harus menunjukkan penguasaannya atas Bakuan Kompetensi, yaitu dengan menunjukkan penguasaannya atas Unit-Unit Kompetensi.
    Telah ditetapkan adanya 11 (sebelas) Unit Kompetensi.
    4 (empat) Unit Kompetensi yang pertama, yang untuk selanjutnya disebut Unit Kompetensi Wajib, harus dikuasai kesemuanya.
    Dari antara 7 (tujuh) Unit Kompetensi berikutnya, yang selanjutnya disebut Unit Kompetensi Pilihan, harus dikuasai sekurang-kurangnya 2 (dua) Unit Kompetensi yang dipilih sendiri oleh si calon.
  2. Penguasaan Elemen Kompetensi :
    Untuk dapat menunjukkan penguasaannya atas suatu Unit Kompetensi, seorang calon Insinyur Profesional harus menunjukkan bahwa ia menguasai sekurang-kurangnya separuh dari semua Elemen-Elemen Kompetensi yang ada dalam Unit Kompetensi yang bersangkutan.
    Khusus untuk Unit Kompetensi yang pertama, yaitu “Kode Etik Insinyur Indonesia dan Etika Profesi Keinsinyuran”, maka semua Elemen Kompetensinya harus dikuasai.
  3. Penguasaan Uraian Kegiatan :
    Untuk dapat menunjukkan penguasaannya atas suatu Elemen Kompetensi, seorang calon Insinyur Profesional harus menunjukkan bahwa ia telah pernah melaksanakan dengan baik sekurang-kurangnya 1 (satu) dari antara kegiatan-kegiatan yang tercantum sebagai Uraian Kegiatan dalam Elemen Kompetensi yang bersangkutan.
Sumber : Team Persiapan Program Sertifikasi IP, Pengurus Pusat PII.

Kerja sama BKE-PII dengan IEEE

Presiden IEEE (The Institute of Electrical and Electronics Engineers) Dr. Wallace S Read (kiri) bersama dengan Ketua BKE-PII (Badan Kejuruan Elektro - Persatuan Insinyur Indonesia) Prof. Dr. Zuhal (kanan) menandatangani naskah perjanjian kerja sama dalam bidang teknologi elektro, 26 Nopember 1996 di Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...