Kamis, 31 Maret 2011

[Kuliah] Lapangan Terbang : Transportasi Udara

BAB I

PENDAHULUAN


1.1. SEJARAH TRANSPORTASI UDARA
Wilbur dan Orville Wright (17 Desember 1903), di Devils dekat kota Kitty Hawk, North Caroline, Amerika Serikat, dengan jarak terbang 120 feet atau 35 m dikayuh sendiri.
Sejarah penerbangan komersial di Indonesia dirintis setelah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, kemudian dengan sebuah pesawat terbang DC-3 (Dacota) sumbangan dari masyarakat Aceh, dengan nomor registrasi RI-001 “Seulawah” sebagai modal pesawat angkutan penumpang pertama dikembangkan perusahaan pemerintah “Garuda Indonesia Airways”. Setelah memiliki pesawat terbang diresmikan dengan nama PT. Garuda Indonesia dan Merpati Nusantara Airlines.

Sejarah industri penerbangan di Amerika ……………..
Sejarah tranportasi udara di Indonesia mengalami perkembangan yang pesat. Dimulai dengan pendirian industri Pesawat Terbang Nurtanio (IPTN) di Bandung, kemudian diresmikan dengan nama Industri Pesawat Terbang Nusantara, (bekerjasama dengan Industri Pesawat CASA-Spanyol) menghasilkan pesawat terbang C-212, kemudian menyusul pembuatan pesawat terbang CN-235, N-250, helikopter BO-105 dan PUMA, serta dalam kegiatan pra design pembuatan pesawat terbang N-2130.
Kebanyakan pesawat terbang komersial yang digunakan di Indonesia dibuat oleh industri-industri penerbangan antara lain :
1. Boeing – USA
2. Mc. Donnall Douglas – USA
3. Airbus – Perancis dan Jerman
4. Foker – Belanda
Perusahaan-perusahaan penerbangan swasta Indonesia :
1. Sempati Airlines
2. Bouraq Airlines
3. Mandala Airlines
4. Dirgantara Air Service
Dibidang angkutan udara penumpang dan kargo untuk penerbangan domestik dan internasional juga mengalami kemajuan yang pesat.
a. Penumpang Domestik
Jumlah penumpang domestik mencapai 8,91 juta pada akhir PELITA V (19940 yang hanya mencapai 500.000 penumpang. Pertumbuhan rata-rata penumpang domestik mencapai 14 % per-tahun. Pertumbuhan penumpang domestik pada PJP tahap II diperkirakan sekitar 7,8 % per-tahun.
b. Penumpang Internasional
Sejalan dengan peningkatan ekonomi dan kecenderungan globalisasi jumlah penumpang internasional meningkat pesat dari 145.000 pada awal PELITA I (1969) mencapai 5,34 juta pada tahun 1994 atau meningkat lebih dari 35 kali. Pertumbuhan rata-rata mencapai 18 % per-tahun. Pertumbuhan penumpang internasional pada PJP tahap II diperkirakan sekitar 11 % per-tahun.
c. Kargo Domestik
Kargo domestik pada akhir PELITA V (19940 mencapai lebih dari 112.000 ton, meningkat 28 kali dari keadaan pada awal PELITA I (19690 yang hanya mencapai 4.129 ton. Pertumbuhan rata-rata kargo domestik mencapai 18 % per-tahun. Pertumbuhan kargo domestik pada PJP tahap II diperkirakan sebesar 8,4 % per-tahun.
d. Kargo Internasional
Pertumbuhan kargo internasional terjadi cukup pesat dan mencapai rata-rata hampir 25 % per-tahun, pada akhir PELITA I (19690 baru mencapai 3.125 ton sedangkan pada akhir PELITA V (19940 telah mencapai lebih dari 87.000 ton. Pertumbuhan kargo internasional pada PJP tahap II diperkirakan sebesar 13 % per-tahun.



1.2. ORGANISASI PENERBANGAN
Lembaga yang berwenang mengatur transportasi udara di Indonesia adalah Direktorat Jenderal Perhubungan Udara dari Departemen Perhubungan udara juga menyelenggarakan hubungan antar negara maka diperlukan kesamaan pengaturan dalam penyelenggaraan tersebut. Indonesia telah menjadi anggota :
a. International Civil Aviation Arganization (ICAO), yang berkedudukan di Mountreal-Canada. Keanggotaan pertama ICAO ada 52 negara, diresmikan berdirinya di Chicago pada tahun 1944. Indonesia telah meretifikasi Convention on International Civil Aviation pada tanggal 27 April 1950, dengan demikian maka lapangan terbang di Indonesia mengikuti standarisasi penerbangan sedunia yang meliputi :
1. Standarisasi lapangan terbang, tanda-tanda, air traffic control dan SAR
2. Organisasi dan ekonomi penerbangan
3. Tenaga terdidik
4. Keuangan dan maintenance penerbangan
b. Federal Aviation Administration (FAA), menetapkan peraturan-peraturan yang diberlakukan di Amerika Serikat, namun di Indonesia secara keseluruhan tidak diikuti, tetapi bagian-bagian dari peraturan FAA direkomendasikan oleh ICAO untuk dilaksanakan di Indonesia sejauh bagian-bagian peraturan tersebut sesuai dengan kebutuhan keadaan setempat.

1.3. KLASIFIKASI BANDARA UDARA
Menurut PP Nomor 71/1996 tentang Kebandarudaraan yang dimaksud dengan Bandar Udara adalah lapangan terbang yang dipergunakan untuk mendarat dan lepas landas pesawat udara, naik turun penumpang, dan atau bongkar muat kargo dan atau pos, serta dilengkapi dengan fasilitas keselamatan penerbangan dan sebagai tempat perpindahan antar moda transportasi.
Untuk keperluan penetapan standar-standar rancangan geometrik untuk berbagai ukuran bandar udara dan fungsi-fungsi yang dilayani, digunakan kode-kode angka dan huruf untuk mengklasifikasikan bandara udara. Ada dua klasifikasi bandara udara, yaitu berdasarkan ICAO (International Civil Aviation Organisation) dan FAA (Federal Aviation Administration).
Saat ini ICAO menggunakan suatu kode acuan dua unsur untuk mengklasifikasikan standar desain geometrik bandar udara. Unsur kode itu terdiri atas penetapan angka dan huruf. Nomor kode 1 (satu) sampai 4 (empat) mengklasifikasi panjang landasan pacu yang tersedia dan huruf kode A sampai E mengklasifikasikan lebar bentang sayap dan bentang roda. Pendaratan utama sebelah luar untuk pesawat yang merupakan dasar perancangan bandar udara tersebut. Kode acuan aerodrome diberkan dalam Tabel 1.1.
Tabel 1.1 : Kode-Kode Acuan Aerodrome (ICAO)
Unsur Kode 1
Unsur Kode 2
No. Kode
Panjang Runway
(L)
Huruf Kode
Bentang Sayap (B)
Bentang Roda *) Pendaratan Utama Luar
1
L < 800 m A < 15 m < 4,5 m 2 800 m  L < 1200 m B 15 m  B < 24 m 4,5 m  B < 6 m 3 1200 m  L < 1800 m C 24 m  B < 36 m 6 m  B < 9 m 4 L > 1800 m
D
36 m  B < 52 m 9 m  B < 14 m E 52 m  B < 65 m 9 m  B < 14 m *) Jarak antara tepi-tepi luar roda-roda pendaratan Sumber : ICAO Sedangkan FAA juga menggunakan suatu kode acuan dua unsur untuk mengklasifikasikan standar desain geometris bandar udara. Unsur kode itu terdiri atas penetapan huruf dan angka. Huruf kode A sampai E mengklasifikasikan kecepatan pendaratan dan nomor kode I (satu) sampai IV (enam) mengkasifikasikan lebar sayap pesawat. Kode-kode acuan bandar udara diberikan dalam tabel 1.2 Tabel 1.2 : Kode-Kode Acuan Bandara Udara (FAA) Unsur Kode 10 Unsur Kode 2 No. Kode Panjang Runway (L) Nomor Kode Lebar Sayap A S < 91 knot I < 1,5 m B 91 knot  S < 121 knot II 15 m  B < 24 m C 121 knot  S < 141 knot III 24 m  B < 36 m D 141 knot  S < 166 knot IV 36 m  B < 52 m E S > 166 knot
V
52 m  B < 65 m


VI
65 m  B < 80 m
Sumber : FAA

1.4. BANDAR UDARA INDONESIA
a). Pengolahan Bandar Udara Udara
Pada tahun 1996 terdapat 179 bandar udara, 12 diantaranya dikelola oleh PT. (persero) Angkasa Pura I dan 9 bandar udara dikelola oleh PT. (persero) Angkasa Pura II yang merupakan perusahaan BUMN di lingkungan Departemen Perhubungan. PT (persero) Angkasa Pura I mengelola 12 bandar udara dan PT. (persero) Angkasa Pura II mengelola 9 bandar udara.
Selain bandar udara yang dikelola BUMN terdapat pula yang dikelola oleh Dit-Jen Perhubungan Udara sebanyak 157 bandar udara khusus. Selain itu masih 494 bandar udara non-kelas terutama di Irian Jaya yang dikelola oleh Pemda setempat.
b). Berdasarkan kemampuan :
Boeng 747 7 buah
DC-10 / A-300 6 buah
DC – 9 / B-737 14 buah
F-28 11 buah
F-27 / CN235 / C160 Transall 22 buah
Cassa 212 / DHC 6 119 buah
Jumlah : 179 buah
c). Bandar udara yang mampu didarati pesawat B-747 :
1). Polonia / Medan
2). Hang-Nadim / Batam
3). Soekarno-Hatta / Jakarta
4). Halim Perdana Kusuma / Jakarta
5). Juanda / Surabaya
6). Ngurah Rai / Denpasar
7). Frans-Kaisiepo / Biak






















Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...